Selasa, 24 Agustus 2021

Pengelolaan Karya Cetak dan Karya Rekam di Era Disrupsi Informasi

 Dalam rangka menindaklanjuti mandat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (SS KCKR) khususnya dalam hal pengawasan, Perpustakaan Nasional mengadakan webinar dengan tema “Melalui Kepatuhan SS KCKR Karya Bangsa Lestari Indonesia Tangguh dan Tumbuh”.

Webinar diselenggarakan pada hari Selasa, 24 Agustus 2021 dan dibuka dengan laporan dari  Ibu Emyati Tangke Lembang selaku Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan. Kemudian dilanjut oleh Bapak Muhammad Syarif Bando selaku Kepala Perpustakaan Nasional RI. Dalam sambutannya, Bando mengatakan tugas perpustakaan adalah meningkatkan kualitas, saat ini Indonesia membutuhkan bahan bacaan baru setiap tahunnya, “Dalam pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2018 ada tiga dimensi pengukuran kepatuhan yakni dimensi kebijakan deposit, dimensi supervisi deposit dan dimensi manajemen pelaksanaan deposit. Dimensi pertama mensyaratkan adanya bagian pengelola pelaksanaan SS KCKR dan adanya regulasi internal tentang SS KCKR. Dimensi kedua, adanya pendataan KCKR yang telah diserahkan dengan melibatkan pimpinan serta adanya pelaporan dan monitoring pelaksanaan SS KCKR secara berkelanjutan. Sedangkan dimensi ketiga, adanya pengukuran jumlah koleksi KCKR yang diserahkan serta adanya pengukuran waktu penyerahan dan kualitas koleksi KCKR yang diserahkan,” kata Kepala Perpusnas.

Diskusi pertama dimulai oleh Bapak Braniko Indhyar selaku General Manager Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), beliau berkata bahwa peran ASIRI dalam mengimplementasikan kewajiban serah simpan karya rekam didirikan pada tahun 1978 dengan 80 anggota. Pak Niko berharap ASIRI dapat menjadi bagian dari menjaga dan melestarikan karya anak bangsa, khususnya dalam bidang lagu dan musik. Beliau juga menyarankan Perpustakaan Nasional agar bisa membuat Diorama tentang sejarah musik Indonesia dari piringan hitam hingga dalam bentuk digital.

Narasumber kedua dilanjutkan oleh Bapak Arys Hilman selaku Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Beliau menyatakan bahwa setiap tahunnya kurang lebih ada 59 entitas mengajukan permohonan ISBN (International Standard Book Number). Tahun ini penerbit menahan diri untuk tidak mengeluarkan buku baru, karena selama pandemi mengalami penurunan penjualan di toko buku. UNESCO mengingatkan bahwa buku sebagai wahana ekspresi budaya yang harus dilindungi.

Beliau menyinggung untuk memperhatikan penyimpanan karya cetak dan rekam untuk melindungi karya-karya cetak dan rekam, peran serta masyarakat dengan mendayagunakan sumber-sumber literasi, seperti perpustakaan, toko buku, dan media massa untuk membangun literasi. Pada masa pandemi di Negara Skandinavia mengalami peningkatan penjualan buku cetak, tetapi di Indonesia mengalami penurunan penjualan buku.

Pada masa pandemi ini media cetak telah mengalami disrupsi, namun jauh sebelum pandemi, media cetak seperti surat kabar sudah mengalami disrupsi, dikarenakan segalanya sudah dalam bentuk media digital. Faktanya, menurut salah satu toko buku terbesar di Indonesia menunjukkan jumlah buku mengalami penurunan sejak tahun 2017 hingga 2020, dan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2020 setelah Pandemi dalam kurun waktu dua bulan awal yaitu 71% margin turun lebih dari 40% selama Pandemi Covid-19 dibandingkan periode tahun 2019.

Mengenai penyimpanan karya cetak dan rekam di daerah, Perpusnas akan menyusun satu standar mengenai pengelolaan karya cetak dan rekam yang akan mengatur fasilitas sampai penyimpanan KCKR yang sudah disertakan oleh para penerbit atau produsen karya rekam.

Ibu Nuryanti Widyastuti selaku Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah dan Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan HAM, menyatakan bahwa “Prinsipnya setiap peraturan perundang-undangan ada hak dan kewajiban yang diatur, karena merupakan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif”. Jika kewajiban tidak dipenuhi, maka yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi, sanksi tersebut berupa pidana atau administratif. Pada UU No. 13 Tahun 2018 tentang Serah Terima Karya Cetak dan Karya Rekam lebih ke sanksi administratif, namun tidak hanya teguran lisan, tetapi sampai pencabutan izin.

Pada UU No. 13 tahun 2018 terdapat 10 kali penyebutan Norma “wajib” dalam rumusan BAB Penyerahan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan juga 1 kali penyebutan norma wajib di dalam rumusan BAB Pendanaan. Terdapat 1 Norma terkait pengaturan Hak dalam UU Nomor 13 Tahun 2018, yaitu pada Pasal 15 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Pengelola Hasil Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam tersebut memperhatikan perlindungan hak intelektual setiap karya”.

Secara menyeluruh Pengaturan Hak dan Kewajiban dalam UU Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Terima Karya Cetak dan Karya Rekam telah diatur dengan baik (Dhestari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Social Media

Perpustakaan Balitbangdiklat, Kementerian A gama pada hari R abu (17/07/23) melakukan kegiatan seminar bedah buku secara hybrid dengan tem...

Popular Posts