Rabu, 11 Maret 2020

Melindungi Koleksi Hukum Langka, Kini dan Nanti


Jakarta – Selasa (10/03), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) kembali menggelar Forum Diskusi Pustakawan Hukum, yang dihadiri oleh pustakawan dan pengelola perpustakaan hukum baik dari kementerian, lembaga, maupun perguruan tinggi. Kegiatan yang dibuka oleh Kepala BPHN, Benny Riyanto tersebut, diselenggarakan di Aula lt. 4 BPHN dengan mengangkat tema “Preservasi dan Konservasi Koleksi Langka Dokumen Hukum.” Dalam sambutannya, beliau mengatakan “Di era digital, perpustakaan membutuhkan inovasi dalam pembangunan perpustakaan digital, dan inovator tersebut berada di tangan pustakawan.” Sebagai pustakawan hukum, memelihara dan merawat dokumen hukum tidak hanya sebatas tugas semata, namun juga bagian dari melindungi warisan sejarah yang berimplikasi kepada pelestarian karya intelektual bangsa, lanjut beliau. Saat ini, koleksi hukum langka yang dimiliki BPHN ribuan jumlahnya, menyadari pentingnya keberlangsungan dokumen-dokumen tersebut, maka BPHN menghadirkan 3 narasumber yang ahli di bidang pelestarian serta alih media bahan pustaka. 
Narasumber pertama, Dr. Kandar, membuka diskusi mengenai “Teknologi Preservasi Dalam Rangka Penyelamatan Koleksi Langka Dokumen Hukum.” Pria yang menjabat sebagai Direktur Preservasi Arsip Nasional RI (ANRI) ini menyampaikan, “Ada faktor-faktor yang mendukung terpeliharanya suatu dokumen, yaitu : faktor iklim yang dipengaruhi oleh kelembaban udara, curah hujan, dan temperatur udara, faktor gempa/ bencana alam, serta faktor pemanasan global.” Faktor-faktor tersebut turut mempengaruhi kecepatan pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan preservasi terhadap dokumen vital, ujar Dr. Kandar. Masih menurut Dr. Kandar, setelah mengenal dan memahami keadaan alam yang mempengaruhi, maka perlu disusun kebijakan preservasi koleksi yang memenuhi prinsip-prinsip berikut, yaitu : melestarikan arsip statis; melestarikan format asli yang memuat nilai sejarah, teks, gambar, dan fisik; melakukan tindakan preventif terhadap arsip statis; melakukan tindakan kuratif; serta melakukan standar preservasi secara profesional. 

Narasumber kedua, Kepala Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, Kementerian Pertanian, Retno Sri Hartati Mulyandari, menyampaikan strategi preservasi dan konservasi koleksi perpustakaan. Menurut Retno, ada beberapa macam cara dalam preservasi dan konservasi koleksi, mulai dari cara yang sederhana hingga yang memerlukan anggaran besar. Namun, baik cara sederhana maupun kompleks memerlukan upaya yang konsisten agar keberlangsungan koleksi langka dapat terjaga. Diskusi diakhiri oleh narasumber ke-3, Alfa Husna, Kasubbid. Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka, Perpustakaan Nasional menjelaskan “Perbedaan antara kurator dan pustakawan adalah, seorang kurator menilai unsur ekstrinsik bahan pustaka yang perlu dipreservasi, sedangkan pustakawan menilai unsur intrinsik bahan pustaka, antara lain, nilai ekonomis, sejarah, dokumenter, dan nilai guna bahan pustaka.” Namun pada prakteknya, seorang pustakawan menilai unsur intrinsik sekaligus ekstrinsik bahan pustaka, dan pada akhirnya preservasi koleksi melalui digitalisasi bertujuan tidak lain agar koleksi perpustakaan dapat diakses kapan saja dan di mana saja. (Dhestari)


Senin, 09 Maret 2020

Rekod Digital Dalam Kacamata Hukum


Graphic Recording (by Eine Saraswati)
Jakarta – Perkumpulan Profesi Pengelola Rekod Indonesia (P3RI) Selasa, 04/02/2020 kembali mengadakan diskusi yang ke empat kalinya, kali ini diskusi yang bertema “Rekod Digital dan Regulasinya” diselenggarakan di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, yang berlokasi di Puri Imperium Plaza, Jakarta Selatan. Diskusi yang dihadiri oleh para praktisi rekod di Jakarta dan sekitarnya dan pustakawan serta arsiparis dari Kementerian Hukum dan HAM ini, dibuka oleh Yunus Husein, Ketua STHI Jentera dan pernah menjadi Ketua PPATK tahun 2002. Dalam sambutannya, beliau menyambut baik acara coffeetalk ini, sebagai praktisi hukum, penyimpanan rekod sangat dibutuhkan dalam pembuktian hukum. Dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana lain, rekod diminta retensinya 5 tahun ke belakang sampai transaksi berakhir. “Kelemahan kita di masalah kearsipan, penjajah Belanda lebih banyak menyimpan dokumentasi-dokumentasi lama daripada Bangsa Indonesia sendiri.
Acara yang dimoderatori oleh Redaktur Senior hukumonline.com, Muhammad Yasin ini, mengawali diskusi pertama kali oleh Wiwit Mardiati, staf pengajar Manajemen Rekod dan Arsip Vokasi UI.  Menurut Wiwit, dokumen menjadi arsip ketika menjadi bukti dari suatu kegiatan (dinamis/rekod), kemudian berubah menjadi statis ketika dokumen tersebut memiliki nilai sejarah. Ketika suatu arsip hilang, maka arsip tersebut menjadi vital, “Ada 3 aspek yang harus diperhatikan dalam alih media arsip, khususnya dalam pembuktian digital, yaitu : otentisitas, integritas, dan security atau keamanan.” Melengkapi dari penjelasan Wiwit, staf Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hendro Wicaksono juga menambahkan bahwa suatu dokumen elektronik yang lahir digital (born digital) memerlukan, bahkan mensyaratkan adanya tanda tangan elektronik yang diperoleh melalui kerja sama dengan Lembaga Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PsrE), “Di Indonesia, lembaga PsrE pemerintah adalah BPPT, Kemenkominfo, dan BSSN," Jelas Hendro, Staf Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menutup diskusi, M. Faiz Azis menegaskan bahwa, pembuktian hukum suatu dokumen elektronik dapat menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu seseorang dapat membuktikan suatu dokumen yang didalihkan kepadanya melalui pembuktian Terbalik. (Dhestari)

Bedah Buku : Islam dan Radikalisme, Pemahaman di Balik Fakta


Jakarta – 25/02/2020 Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan  (Balitbangdiklat) Kementerian Agama menggelar Bedah Buku “Islam Radikal dan Moderat : Diskursus dan Kontestasi Varian Islam Indonesia” karya Abdul Jamil Wahab. Acara dihadiri oleh para pustakawan Kementerian/ Lembaga dan para penyuluh agama Kementerian Agama. Bedah buku juga menghadirkan narasumber dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Prof. Irfan Idris, Direktur Deradikalisasi BNPT. Beliau menyebutkan bahwa tugas negara meminimalisir kekecewaan masyarakat terhadap negara, oleh karena itu para napi teroris yang ada di lapas-lapas perlu diberikan pemahaman bagaimana mengubah radikalisme yang mereka percayai. Pembinaan para napi teroris dalam lapas membuahkan hasil antara lain dengan terbukanya pemahaman radikal salah satu mantan napi teroris, Kurnia Widodo, yang juga hadir sebagai narasumber kedua. Mantan teroris jebolan Institut Teknologi Bandung ini menjadi instruktur perakitan bom dalam praktek terorisme di Indonesia. dalam pengalamannya sebagai perakit bom, sudah beberapa kali masuk dan keluar dalam organisasi islam radikal, hingga akhirnya beliau tertangkap dalam kasus Jamaah Islamiyah, yang dinahkodai Abu Bakar Ba’asyir. Abdul Jamil Wahab, sang penulis buku sekaligus moderator menyimpulkan bahwa Islam radikal di Indonesia saat ini selain dipengaruhi oleh organisasi Islam transnasional, juga memiliki sejarah di Indonesia sendiri, sejak masa orde lama hingga era reformasi yang memberikan nafas kebebasan berorganisasi hingga akhirnya berkembang pesat. Menurut Jamil, ada empat karakteristik umum Islam radikal, yaitu : ingin membentuk daulah islamiyah,  menerapkan syariat Islam secara formal, memusuhi dan menolak paham barat, dan bersikap intoleran dengan kelompok yang tidak sepaham sebagai sesat atau kafir. (Dhestari)
 

Social Media

Perpustakaan Balitbangdiklat, Kementerian A gama pada hari R abu (17/07/23) melakukan kegiatan seminar bedah buku secara hybrid dengan tem...

Popular Posts