Graphic Recording (by Eine Saraswati) |
Jakarta – Perkumpulan
Profesi Pengelola Rekod Indonesia (P3RI) Selasa, 04/02/2020 kembali
mengadakan diskusi yang ke empat
kalinya, kali ini diskusi yang bertema “Rekod Digital dan Regulasinya”
diselenggarakan di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, yang
berlokasi di Puri Imperium Plaza, Jakarta Selatan. Diskusi yang dihadiri oleh
para praktisi rekod di Jakarta dan sekitarnya dan pustakawan serta arsiparis
dari Kementerian Hukum dan HAM ini, dibuka oleh Yunus Husein, Ketua STHI
Jentera dan pernah menjadi Ketua PPATK tahun 2002. Dalam sambutannya, beliau
menyambut baik acara coffeetalk ini,
sebagai praktisi hukum, penyimpanan rekod sangat dibutuhkan dalam pembuktian
hukum. Dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana lain, rekod diminta
retensinya 5 tahun ke belakang sampai transaksi berakhir. “Kelemahan kita di
masalah kearsipan, penjajah Belanda lebih banyak menyimpan
dokumentasi-dokumentasi lama daripada Bangsa Indonesia sendiri.
Acara
yang dimoderatori oleh Redaktur Senior hukumonline.com,
Muhammad Yasin ini, mengawali diskusi pertama kali oleh Wiwit Mardiati, staf pengajar
Manajemen Rekod dan Arsip Vokasi UI.
Menurut Wiwit, dokumen menjadi arsip ketika menjadi bukti dari suatu
kegiatan (dinamis/rekod), kemudian berubah menjadi statis ketika dokumen
tersebut memiliki nilai sejarah. Ketika suatu arsip hilang, maka arsip tersebut
menjadi vital, “Ada 3 aspek yang harus diperhatikan dalam alih media arsip,
khususnya dalam pembuktian digital, yaitu : otentisitas, integritas, dan security atau keamanan.” Melengkapi dari
penjelasan Wiwit, staf Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hendro Wicaksono
juga menambahkan bahwa suatu dokumen elektronik yang lahir digital (born digital) memerlukan, bahkan mensyaratkan
adanya tanda tangan elektronik yang diperoleh melalui kerja sama dengan Lembaga
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PsrE), “Di Indonesia, lembaga PsrE
pemerintah adalah BPPT, Kemenkominfo, dan BSSN," Jelas Hendro, Staf Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menutup diskusi, M. Faiz Azis
menegaskan bahwa, pembuktian hukum suatu dokumen elektronik dapat menggunakan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu seseorang
dapat membuktikan suatu dokumen yang didalihkan kepadanya melalui pembuktian
Terbalik. (Dhestari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar