Jumat, 22 Juli 2022

SERAH SIMPAN KCKR DOKUMEN PATEN


Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengadakan knowledge sharing bertema “Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam dan Paten” pada tanggal 22 Juli 2022. Acara ini terbagi menjadi 2 sesi, sesi pertama diampu oleh Emyati Tangke Lembang, Direktur Deposit dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan, Perpustakaan Nasional, Gunawan, SP., M.Si, Kepala Pustaka Kementerian Pertanian, Tatat Kurniawati, Koordinator Deposit Perpustakaan Nasional, dan Wayan Yoke, Sub Koordinator Perpustakaan Kementerian PUPR. Sesi kedua diampu oleh Lasino, S.T., APU, Peneliti Ahli Utama Kementerian PUPR,  Ir. Lidya Winarsih, Pemeriksa Paten Ahli Utama, Kementerian Hukum dan HAM, dan Dra. Nurmala, Pemeriksa Paten Ahli Utama, Kementerian Hukum dan HAM.

Web seminar sesi pertama dibuka dengan pembahasan mengenai Penghimpunan & Pengelolaan Hasil Serah Simpan KCKR: Mewujudkan Repositori Nasional oleh Tatat Kurniawati. Menurut Tatat, terdapat tiga jenis karya, yaitu karya cetak, karya rekam analog, dan karya rekam digital. Karya rekam analog antara lain kaset, cd, vcd, dvd. Karya rekam digital, antara lain buku elektronik, terbitan berkala elektronik, kartografi elektronik, musik digital, dan film digital. Tatat mengatakan “Penyerahan karya dilakukan di Perpustakaan Nasional, di mana karya cetak: 2 eksemplar, maksimal 3 bulan dan karya rekam: 1 salinan maksimal 1 tahun, dan perpustakaan provinsi, yang terdiri dari karya cetak: 1 eks maksimal 3 bulan dan karya rekam: 1 salinan maksimal 1 tahun”

“Penyerahan dapat dilakukan secara langsung ke Perpustakaan Nasional (datang langsung, unggah mandiri, dan interoperabilitas) dan melalui pengiriman (JNE, J&T dll). Karya rekam digital dilakukan melalui unggah mandiri, setelah itu diberikan tanda registrasi karya, setiap judulnya merupakan identitas dari karya yang melekat,” sambung Tatat.

Narasumber kedua, Emyati Tangke Lembang membahas mengenai Kebijakan Penghimpunan Karya melalui Sistem Pengelolaan Karya Cetak dan Karya Rekam. Beliau menyampaikan “Sebelum adanya UU No. 13 Tahun 2018, kita sudah mempunyai UU No. 4 Tahun 1990 untuk Karya Cetak Karya Rekam.” Terdapat perbandingan, antara lain:

  • UU Tahun 1990 belum ada KCKR analog. Sedangkan UU Tahun 2018 sudah diatur.

  • UU Tahun 2018, pemerintah diwajibkan menyediakan dana dari APBN, APBD, dan dana lain yg sah. Sedangkan UU Tahun 1990 belum diatur.

  • UU Tahun 1990, sanksi berupa pidana, dan belum ada penghargaan. Sedangkan UU Tahun 2018 sanksi berupa sanksi administratif dan sudah ada aturan pemberian penghargaan.

Menurut UU No. 13 Tahun 2018 pasal 4, penerbit menyerahkan 2 eksemplar setelah terbit maksimal 3 bulan ke Perpustakaan Nasional dan 1 eksemplar setelah 3 bulan ke Perpustakaan Provinsi. Sedangkan di pasal 5, produsen karya rekam menyerahkan 1 salinan setelah 1 tahun  publikasi ke Perpustakaan Nasional dan Provinsi.

Emyati mengatakan “Jumlah penerimaan KCKR sebanyak 2.939.000 eksemplar (karya cetak 2.007.744 eksemplar dan karya rekam 931.264 eksemplar), klas ilmu sosial paling banyak, lalu sastra, teknologi dan terapan, agama, sejarah, geografi, IPA, dan kesenian olahraga dan rekreasi.”

Narasumber ketiga, Gunawan, membahas Best Practice Pengelolaan dan Pengembangan Koleksi KCKR di Perpustakaan Kementerian Pertanian. Dalam paparannya, Gunawan mengatakan “PUSTAKA merupakan perpustakaan pertanian dan biologi tertua di Indonesia, didirikan pada Mei 1842. Pada awalnya, PUSTAKA adalah bagian dari Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1850, menjadi perpustakaan dengan nama Bibliotheek’s Land Plantentuin te Buitenzorg. Beberapa kali perubahan tugas, fungsi dan nama. Pada Maret 2000, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 160/2000 menjadi Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian.” 

Lanjut Gunawan, “KCKR diperlukan sebagai sumber informasi penting bagi pembangunan pertanian, salah satu tolak ukur kemajuan intelektual pertanian, dan lintasan sejarah pertanian di Indonesia. Pada tahun 2020, PUSTAKA bertindak sebagai pengelola KCKR Kementerian Pertanian” (Peraturan Menteri Pertanian Nomor 30 tahun 2021 tentang Pengelolaan Karya Cetak dan Karya Rekam Lingkup Kementerian Pertanian). 

Narasumber terakhir, yaitu Wayan Yoke yang membahas mengenai Materi Implementasi Serah Simpan KCKR di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Kementerian PUPR sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 13 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,

  • Pasal 69. Biro Komunikasi Publik memiliki tugas melaksanakan pembinaan dan penyelenggaraan komunikasi publik di Kementerian,

  • Pasal 70. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Biro Komunikasi Publik menyelenggarakan fungsi: (e) pembinaan, pengelolaan, dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik Kementerian;

Hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan KCKR, sebagai berikut :

  • Kurangnya kesadaran akan pentingnya penyimpanan dan pengelolaan KCKR;

  • Belum adanya ketentuan penyimpanan KCKR;

  • Belum ada definisi yang jelas mana yang termasuk produk KCKR yang harus disimpan;

  • Adanya ketakutan tersebarnya informasi yang seharusnya tidak dipublikasikan;

  • Ego sektoral.

Wayan mengatakan “Rencana pengembangan sistem pengelolaan serah simpan KCKR dengan menyusun peraturan atau acuan serah simpan KCKR di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang memuat definisi KCKR, dan penerapan sanksi jika tidak melaksanakan KCKR, KCKR jenis apa yang harus diserahkan, pihak penanggung jawab dan prosedur KCKR, serta hal-hal yang dianggap perlu.”

Dalam sesi kedua, Lasino mengatakan “Pemanfaatan Lumpur Sidoarjo (LUSI) sebagai material konstruksi berawal dari kegagalan dalam pengeboran minyak dan gas yang sampai saat ini belum selesai, kegagalan pengeboran migas itu sendiri menyebabkan kerugian yang sangat besar baik langsung dan tidak langsung. LUSI dapat dikembangkan untuk pemanfaatan bata merah, genteng, agregat, beton ringan, mikro LUSI, dll.”

Menurut Lasino, terdapat isu utama dalam pemanfaatan LUSI, yaitu: 

  • Adanya Bahan Lumpur yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal,

  • (Merendam Kawasan, merusak lingkungan, konflik sosial)

  • Tersedianya  Limbah Industri dan Pertanian (Perlu dimanfaatkan dengan baik)

  • Kebutuhan Bangunan & Peluang Usaha Kerja (Banyak bangunan yang rusak & industri yang tutup atau Relokasi)

  • Pengembangan Bahan  Bangunan Ekologis (Pemanfaatan Lumpur dan Bahan Limbah)

  • Pemberdayaan Masyarakat (Keterampilan, peluang kerja, dan ekonomi masyarakat)

Lidya Winarsih, salah satu perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM membahas mengenai Sosialisasi Paten Secara Umum Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten. Winarsih mengatakan “Tujuan dibentuk UU Paten adalah senantiasa untuk menumbuhkan persaingan usaha yang jujur dan memperlihatkan kepentingan masyarakat pada umumnya.” Menurut Winarsih ada beberapa poin utama yang menjadi sejarah paten di Indonesia, yaitu: 

  • Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 Tentang Paten;

  • Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 Tentang Paten;

  • Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten; Dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten.

Paten sendiri dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu paten biasa dan paten sederhana. 

  1. Paten biasa (perlindungannya 20 tahun) diberikan untuk beberapa invensi masih dalam kesatuan invensi (dasar pemberian pasal 55 ayat 1 UU Paten). 

  2. Paten sederhana (perlindungannya 10 tahun) diberikan hanya untuk satu invensi saja; alat atau produk kecuali product by process (dasar pemberian pasal 55 ayat 2 UU Paten). Persyaratan Paten Sederhana menurut pasal 2 ayat 2 UU No.13 Tahun 2016: Mempunyai Kebaruan (novelty); Merupakan pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan Dapat diterapkan dalam industri (industrial applicability).


Narasumber terakhir, Dra. Nurmala, Pemeriksa Paten Ahli Utama, Kementerian Hukum dan HAM, mendeskripsikan paten sebagai sesuatu yang berkaitan dengan invensi. “Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses,” ujar Nurmala.

Dalam invensi ada 2 (dua) hal yang dilindungi yaitu paten dan paten sederhana. Nurmala mengatakan “Untuk hak paten, diberikan invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri, sedangkan untuk paten sederhana diberikan untuk setiap invensi baru, pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri.”

Paten mempunyai spesifikasinya sendiri, yaitu: deskripsi atau uraian invensi(informasi), klaim(perlindungan), dan abstrak. Menurut pasal 25 ayat 4 UU Paten No. 13 Tahun 2016 dalam penulisan klaim, baik penulisan klaim tunggal atau dua bagian, klaim harus menjabarkan dengan jelas dan konsisten atas inti invensi dan didukung oleh deskripsi yang dibutuhkan. Klaim dari suatu invensi dapat berupa Klaim produk maupun Klaim aktivitas.

Nurmala menambahkan, susunan deskripsi paten mencakup deskripsi, klaim, abstrak dan gambar jika diperlukan. Dalam paparannya Nurmala memberikan beberapa tips dalam pembuatan spesifikasi paten, agar spesifikasi yang dideskripsikan jelas dan mencakup semua yang dibutuhkan. 

Dalam penulisan klaim dan deskripsi invensi harus memuat semua kebutuhan dengan jelas atau bahkan detail. Sedangkan hak paten memegang peran penting untuk sebuah perusahaan. Jika, sebuah perusahaan mempunyai hak paten maka perusahaan tersebut dapat melindungi kekayaan intelektualnya. Sehingga terdapat batasan bagi orang-orang yang ingin menggunakannya. (Hana, Aliifah. Editor : Dhestari).

Jumat, 15 Juli 2022

Document Control sebagai Nafas Organisasi

 Jakarta – Perkumpulan Profesi Pengelola Rekod Indonesia (P3RI) kembali mengadakan web seminar (webinar) bertema Coffee Talk #7 P3RI “Bedah Profesi Document Controller” yang diselenggarakan tanggal 15 Juli 2022. Webinar ini menghadirkan I Putu Ari K. Budiasa (Document Control Lead di Perusahaan Migas di Jawa Timur). Acara dipandu oleh Maghfira Puti Gaisani (Staf Pengajar Vokasi MRA UI) sebagai moderator. Sambutan disampaikan oleh Farli Elnumeri, S.S., M. Hum, sebagai Kepala Perpustakaan Daniel S. Lev Law Library.



I Putu Ari memaparkan mengenai Document Controller, dimana profesi tersebut mempunyai peran bertanggung jawab dan memastikan proses pengelolaan dokumen dilakukan secara konsisten, terkontrol dan sesuai dengan standar (baku) pada setiap siklus hidup dokumen. Beliau menambahkan “Sebuah dokumen harus mutakhir (terdapat pembaharuan), andal (sudah melewati pengecekan prosedur), dan absah (format mendapat approval).”


Terkait dengan siklus dokumen, “dimulai dari creation document (dokumen dibuat), nantinya dokumen akan di review (dilakukan pengecekan baik dari segi administratif terkait dokumen dan substantif daripada dokumen itu sendiri), diperoleh approval dan dokumen dapat dipublikasikan dan didistribusikan kepada pengguna atau tim, kemudian dokumen disimpan dan dipantau aksesibilitasnya.”
pungkas Putu Ari. Ketika ada perubahan atau modifikasi yang dilakukan terkait dengan dokumen nantinya akan dilakukan revisi dan begitu seterusnya.

Document Control mempunyai beberapa prinsip dasar yang melandasi, antara lain: 

1.     Keselamatan, tidak boleh ada sedikit kesalahan dalam pengelolaan dokumen, karena dapat berakibat
fatal. 

2.     Kualitas, bagian dari QMS untuk mendapatkan dokumen yang konsisten. 

3.     Keterlacakan, mendukung audit dan kepentingan perusahaan. 

4.     Keutuhan, masing-masing dokumen merupakan dokumen yang tepat dan sesuai dengan porsinya. 

5.     Kepatuhan, standar guna mencapai konsistensi pengelolaan dokumen. 

Menurut Putu Ari, sebagian besar profesi Document Control dibutuhkan pada sektor, aktivitas atau organisasi yang: 

1.     Bergerak atau pada aktivitasnya melakukan pengelolaan terkait dengan dokumen teknis dan juga
terkait kegiatan konstruksi.

2.   Dokumen di organisasi tersebut sering dilakukan modifikasi atau pembaruan dari segi konten
dokumen tersebut.

3.     Menekankan bahwa kegiatan penemuan informasi atau dokumen yang sifatnya dapat diandalkan,
terkini, resmi sebagai suatu aktivitas yang penting dalam melakukan bisnis dan operasi terkait
dengan organisasi tersebut.

4.     Penggunaan dokumen asing atau tidak resmi secara tidak disengaja dapat menimbulkan isu terkait
keselamatan (safety).

5.     Melakukan pertukaran dokumen atau informasi.

6.     Menekankan pentingnya kepatuhan, keterlacakan, dan audit.

Putu Ari mengatakan Document Control berfungsi dan berperan untuk: 

1.     Memastikan kepatuhan dan regulasi dokumen terhadap aturan  atau standar.

2.     Memelihara daftar dokumen (Document Register). 

3.     Melaksanakan pemeriksaan kualitas dokumen. 

4.     Identifikasi dokumen secara tepat (klasifikasi dan metadata).

5.     Menyusun dan menyimpan dokumen secara elektronik atau tercetak.

6.     Memproses setiap dokumen masuk dan keluar.

7.     Mendistribusikan dokumen kepada pengguna terkait (internal dan eksternal).

8.     Menerbitkan laporan dan statistik terkait status perkembangan dokumen.

9.     Point of contract untuk pertanyaan terkait dokumentasi.

Seorang pada bidang document controller sangat diperlukan untuk mengatur dan memastikan setiap dokumen yang berada di instansi mereka sudah sesuai dengan standar yang berlaku. (Dhestari)


Rabu, 13 Juli 2022

Manajemen Koleksi Perpustakaan : Isu, tantangan, dan Prospek

Jakarta – Rabu (13/07), Universitas Indonesia kembali menggelar webinar mengenai "Transformasi Manajemen Koleksi Perpustakaan Pada Ekosistem Digital: Isu, Tantangan dan Prospek." Web Seminar ini menghadirkan 3 (tiga) narasumber utama yaitu Wishnu Hardi,S.Hum., M.P (Pustakawan National Library of Australia), Lilies Fardhiyah, S.Sos., M.P (Pustakawan Perpustakaan Nasional RI), dan Lusiana Monohevita,S.S., M.Hum. (Pustakawan Perpustakaan Universitas Indonesia). Acara dibuka dengan sambutan dari Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc. sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan dan dimoderatori oleh Aswinna,S.Hum. (Pustakawan Universitas Indonesia). Dalam sambutannya, Haris mengatakan " “Pustakawan sebagai tenaga pengelola utama perpustakaan harus mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi yang berkembang pesat, dan dituntut memberikan pelayanan maksimal dengan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh para pengguna dan kondisi yang diharapkan tersebut dapat tercapai salah satunya dengan melakukan manajemen koleksi yang baik dan benar.” Manajemen koleksi bersifat kompleks, hal itu terkait dengan kandungan bahan pustaka dan ekosistem digital seperti saat ini, sehingga transformasi sistem organisasi koleksi harus disesuaikan dengan ekosistem digital yang berlaku pada saat ini, lanjut Haris. Munculnya perubahan standar dari AACR2 (Anglo American Cataloging Rules 2) menjadi RDA (Resources Description and Access) menandai perubahan yang signifikan atau cara baru untuk merepresentasikan sumber informasi yang ada. Haris juga menambahkan RDA ini sangat berguna dan membantu para pengguna ketika menelusur informasi yang diinginkan, karena memudahkan pustakawan untuk mengakomodir bahan pustaka, dan menunjukan kerelevanan koleksi dengan koleksi lainnya. Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc. mengatakan kalau RDA sendiri dalam transformasi perpustakaan adalah krusial, terlebih RDA berfokus pada layanan dan kepuasan pengguna atau calon pengguna.


Selanjutnya diskusi dimulai dengan pembahasan mengenai standar pengatalogan deskriptif, mulai dari AACR hingga RDA yang dibawakan oleh Wishnu Hardi. Sebagai salah satu Pustakawan National Library of Australia, Wishnu memaparkan bahwa pengatalogan itu penting sebab 2 hal, yaitu “Pengatalogan sebagai pondasi sebuah bidang perpustakaan dan produk perpustakaan.” Terjadi banyak perkembangan standar pengatalogan mulai dari AACR sampai RDA. AACR yang berorientasi pada bahan pustaka tercetak atau katalog kertas dinilai sudah tidak relevan lagi dengan dunia digital yang sekarang, strukturnya dianggap kurang fleksibel, dan terlalu berfokus pada format bahan pustaka. Sebagai tambahan dalam pembahasan RDA ini, beliau mengatakan kalau masih banyak pustakawan yang kurang menyadari kalau sistem FRBR merupakan landasan dan berhubungan dengan penyusunan RDA.

Pembahasan dilanjutkan oleh Lilies Fardhiyah mengatakan, “Perpustakaan Nasional RI berusaha merealisasikan ekosistem digital dengan membuat standar dan pedoman yang sesuai, bahkan Perpustakaan Nasional RI bekerjasama dengan para ahli masing-masing subjek untuk membantu membuat tajuk kendali.” Tajuk kendali sendiri dikatakan memudahkan para pengguna untuk menemukan informasi dari bahan perpustakaan yang dibutuhkan. Tajuk kendali menjadi bagian integral dari kartu katalog sejak adanya perpustakaan modern. Dalam pembentukan Tajuk Kendali dibutuhkan Authority Record atau keseragaman akses dan membedakan identitas. Entitas yang digunakan harus seragam, sehingga ketika dalam penelusuran semua koleksi yang relevan tertelusur. 

Terakhir, diskusi ditutup oleh Lusiana Monohevita bahwa Manajemen Koleksi Perpustakaan memerlukan :

1. License yang memberi izin akan sesuatu; 

2. Licensee atau pihak yang diberi izin;

3. Copyright atau hak seseorang yang menciptakan atau batasan penggunaan dari sebuah karya, 

4. Layanan dan Hak Access (Open atau bebas diakses siapa saja; Membership hanya untuk kalangan           tertentu; dan Open Access koleksi yang dihimpun dari luar perpustakaan yang dapat diakses secara         umum); terakhir ada Digital Ecosystems baik yang natural atau sengaja dibentuk. 

lebih lanjut, Lusiana menyatakan “Perpustakaan UI lebih dari 10 tahun yang lalu sudah memindahkan repositori dan naskah-naskah menjadi format digital.” Lusiana juga menyatakan kalau “Di perpustakaan UI telah menerapkan RDA sejak pengembangannya pada tahun 2015, namun mulai dilakukan pada tahun 2017 hingga sekarang dan outputnya berupa keyword, tahun terbit, penerbit, subjek, dan penanggung penanggungjawab.”

Perkembangan teknologi membawa perubahan pada manajemen koleksi. Mayoritas perpustakaan mengetahui RDA menggantikan AACR, namun tidak mengetahui hubungannya dengan antara RDA dan RFBR. Di Perpustakaan Nasional, pengawasan bibliografi dilakukan oleh pusat bibliografi dan pengolahan bahan perpustakaan dan dianggap sangat perlu dilakukan untuk mempermudah temu kembali informasi (Dhestari)

Kamis, 07 Juli 2022

Fakta Mengenai Peringatan Hari Pustakawan

Pada hari Rabu, 7 Juli 2022 diadakan Talkshow Bincang-Bincang Pustakawan dengan tema “Menguak Kabut Pencanangan Hari Pustakawan Indonesia” yang diadakan oleh Pusat Pembinaan Pustakawan (PPP) Perpustakaan Nasional RI. Talkshow ini menghadirkan Dra. Sri Sularsih, M.Si. (Kepala Perpusnas RI, 2010-2016), Prof. Sulistyo Basuki (Pakar Perpustakaan), Drs. Supriyanto, M.Si. (Staf Ahli Perpusnas RI), Blasius Sudarsono, MLS.(Pakar Perpustakaan), dan Atikah, S.Sos., M.Si. (Pustakawan Ahli Madya Perpusnas RI) sebagai narasumber, serta Ir. Abdulrahman Saleh, M.Sc. sebagai moderator. Acara dibuka oleh Ibu Opong Sumiati (Kepala Pusat Pembinaan Pustakawan) pada pukul 8.30 WIB di Gedung Theatre Perpusnas RI dan disiarkan langsung melalui Zoom dan Youtube.  Sesuai dengan tema diskusi, penetapan hari pustakawan masih menjadi kabut yang penuh misteri, meskipun dalam beberapa tahun terakhir ramai peringatan setiap tanggal 7 Juli sebagai Hari Pustakawan Nasional, namun tidak ada bukti yang mendukung baik secara dokumentasi maupun fakta sejarah. 


Dalam sambutannya, Opong mengatakan “Hari Pustakawan Nasional diperlukan untuk menyemangati semangat pustakawan, diharapkan diskusi hari ini akan memberikan pencerahan dan dituangkan dalam bentuk dokumen agar bisa menjadi referensi pihak-pihak terkait yang peduli dengan kepustakawanan di Indonesia”.


Sebagai Staf Ahli di Perpusnas RI, Supriyanto mengatakan bahwa, terkait tanggal 7 Juli sebagai Hari Pustakawan belum pernah ditemukan dalam arsip sejarah baik dari Arsip Nasional RI (ANRI) maupun dari Perpusnas RI. Berdasarkan fakta sejarah, kejadian tanggal 7 Juli yang terkait dengan kepustakawanan adalah lahirnya Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) yang dilaksanakan melalui Kongres Pustakawan seluruh Indonesia pada tanggal 5-7 Juli 1973. Lebih lanjut, Prof. Sulistyo Basuki mengatakan “Hadirnya pustakawan merupakan bukti identifikasi pustakawan sebagai tenaga profesi di masyarakat dan kebanggaan profesi pustakawan berkarya dalam masyarakat, namun penentuan hari pustakawan harus kita diskusikan bersama, tidak hanya oleh pejabat Perpustakaan Nasional” 


Penetapan Hari Pustakawan Nasional masih memerlukan jalan panjang, tidak hanya melalui diskusi tetapi perlu payung hukum penetapan hari pustakawan di Indonesia yang disahkan pemerintah. (Meisya,Vina,Najma,Wimar. editor: Dhestari)



Social Media

Perpustakaan Balitbangdiklat, Kementerian A gama pada hari R abu (17/07/23) melakukan kegiatan seminar bedah buku secara hybrid dengan tem...

Popular Posts