Rabu, 13 Juli 2022

Manajemen Koleksi Perpustakaan : Isu, tantangan, dan Prospek

Jakarta – Rabu (13/07), Universitas Indonesia kembali menggelar webinar mengenai "Transformasi Manajemen Koleksi Perpustakaan Pada Ekosistem Digital: Isu, Tantangan dan Prospek." Web Seminar ini menghadirkan 3 (tiga) narasumber utama yaitu Wishnu Hardi,S.Hum., M.P (Pustakawan National Library of Australia), Lilies Fardhiyah, S.Sos., M.P (Pustakawan Perpustakaan Nasional RI), dan Lusiana Monohevita,S.S., M.Hum. (Pustakawan Perpustakaan Universitas Indonesia). Acara dibuka dengan sambutan dari Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc. sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan dan dimoderatori oleh Aswinna,S.Hum. (Pustakawan Universitas Indonesia). Dalam sambutannya, Haris mengatakan " “Pustakawan sebagai tenaga pengelola utama perpustakaan harus mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi yang berkembang pesat, dan dituntut memberikan pelayanan maksimal dengan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh para pengguna dan kondisi yang diharapkan tersebut dapat tercapai salah satunya dengan melakukan manajemen koleksi yang baik dan benar.” Manajemen koleksi bersifat kompleks, hal itu terkait dengan kandungan bahan pustaka dan ekosistem digital seperti saat ini, sehingga transformasi sistem organisasi koleksi harus disesuaikan dengan ekosistem digital yang berlaku pada saat ini, lanjut Haris. Munculnya perubahan standar dari AACR2 (Anglo American Cataloging Rules 2) menjadi RDA (Resources Description and Access) menandai perubahan yang signifikan atau cara baru untuk merepresentasikan sumber informasi yang ada. Haris juga menambahkan RDA ini sangat berguna dan membantu para pengguna ketika menelusur informasi yang diinginkan, karena memudahkan pustakawan untuk mengakomodir bahan pustaka, dan menunjukan kerelevanan koleksi dengan koleksi lainnya. Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc. mengatakan kalau RDA sendiri dalam transformasi perpustakaan adalah krusial, terlebih RDA berfokus pada layanan dan kepuasan pengguna atau calon pengguna.


Selanjutnya diskusi dimulai dengan pembahasan mengenai standar pengatalogan deskriptif, mulai dari AACR hingga RDA yang dibawakan oleh Wishnu Hardi. Sebagai salah satu Pustakawan National Library of Australia, Wishnu memaparkan bahwa pengatalogan itu penting sebab 2 hal, yaitu “Pengatalogan sebagai pondasi sebuah bidang perpustakaan dan produk perpustakaan.” Terjadi banyak perkembangan standar pengatalogan mulai dari AACR sampai RDA. AACR yang berorientasi pada bahan pustaka tercetak atau katalog kertas dinilai sudah tidak relevan lagi dengan dunia digital yang sekarang, strukturnya dianggap kurang fleksibel, dan terlalu berfokus pada format bahan pustaka. Sebagai tambahan dalam pembahasan RDA ini, beliau mengatakan kalau masih banyak pustakawan yang kurang menyadari kalau sistem FRBR merupakan landasan dan berhubungan dengan penyusunan RDA.

Pembahasan dilanjutkan oleh Lilies Fardhiyah mengatakan, “Perpustakaan Nasional RI berusaha merealisasikan ekosistem digital dengan membuat standar dan pedoman yang sesuai, bahkan Perpustakaan Nasional RI bekerjasama dengan para ahli masing-masing subjek untuk membantu membuat tajuk kendali.” Tajuk kendali sendiri dikatakan memudahkan para pengguna untuk menemukan informasi dari bahan perpustakaan yang dibutuhkan. Tajuk kendali menjadi bagian integral dari kartu katalog sejak adanya perpustakaan modern. Dalam pembentukan Tajuk Kendali dibutuhkan Authority Record atau keseragaman akses dan membedakan identitas. Entitas yang digunakan harus seragam, sehingga ketika dalam penelusuran semua koleksi yang relevan tertelusur. 

Terakhir, diskusi ditutup oleh Lusiana Monohevita bahwa Manajemen Koleksi Perpustakaan memerlukan :

1. License yang memberi izin akan sesuatu; 

2. Licensee atau pihak yang diberi izin;

3. Copyright atau hak seseorang yang menciptakan atau batasan penggunaan dari sebuah karya, 

4. Layanan dan Hak Access (Open atau bebas diakses siapa saja; Membership hanya untuk kalangan           tertentu; dan Open Access koleksi yang dihimpun dari luar perpustakaan yang dapat diakses secara         umum); terakhir ada Digital Ecosystems baik yang natural atau sengaja dibentuk. 

lebih lanjut, Lusiana menyatakan “Perpustakaan UI lebih dari 10 tahun yang lalu sudah memindahkan repositori dan naskah-naskah menjadi format digital.” Lusiana juga menyatakan kalau “Di perpustakaan UI telah menerapkan RDA sejak pengembangannya pada tahun 2015, namun mulai dilakukan pada tahun 2017 hingga sekarang dan outputnya berupa keyword, tahun terbit, penerbit, subjek, dan penanggung penanggungjawab.”

Perkembangan teknologi membawa perubahan pada manajemen koleksi. Mayoritas perpustakaan mengetahui RDA menggantikan AACR, namun tidak mengetahui hubungannya dengan antara RDA dan RFBR. Di Perpustakaan Nasional, pengawasan bibliografi dilakukan oleh pusat bibliografi dan pengolahan bahan perpustakaan dan dianggap sangat perlu dilakukan untuk mempermudah temu kembali informasi (Dhestari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Social Media

Perpustakaan Balitbangdiklat, Kementerian A gama pada hari R abu (17/07/23) melakukan kegiatan seminar bedah buku secara hybrid dengan tem...

Popular Posts